top of page

My Stories with Mata Najwa

Mata Najwa.jpg

Suatu waktu di pertengahan tahun 2009, saya diajak bicara dengan Teguh Usis, senior saya di Trans TV maupun Trans7. Kala itu, ia mengabari kalau seseorang tengah mencari produser untuk sebuah talkshow baru yang akan segera dirancang. Uda Teguh menyodorkan nama saya karena syarat yang diminta menurutnya sesuai kualifikasi yang dibutuhkan, yakni paham dunia talkshow dan paham dunia politik.

Saya memang lama terlibat di program talkshow Kupas Tuntas yang pertama kali tayang di Trans TV dan kemudian dihidupkan kembali di Trans7. Mulai dari Kupas Tuntas berformat hardtalk di studio sampai format obrolan berjalan pernah kami kerjakan. Singkat kata, referensi Uda Teguh menyambungkan saya dengan Najwa Shihab yang sama sekali tidak saya kenal sebelumnya. Dalam sejumlah pertemuan di sekitar bulan Juni-Juli tahun yang sama, selagi seragam saya masih Transcorp he he he….mulai berlangsung tukar menukar pikiran, gagasan dan banyak ide kreatif untuk program yang masih bayi ini.

Selain dengan Nana (panggilan akrab Najwa), saya juga bertemu dengan tim awal yakni Corysha (reporter), Maher Hildi (staf produksi), Maya Adnan (staf produksi) dan Trissia Dianti (staf produksi). Kami beberapa kali bertemu di Setia Budi One di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Baru setelah itu ada sejumlah nama yang bergabung kemudian seperti Jati Savitri sebagai produser dan beberapa staf produksi baru yang semuanya nyaris kami rekrut sendiri.

Waktu awal, nama program sudah ada yaitu Mata Najwa. Namun, kita semua belum tahu konsep ataupun format talkshow macam apa yang akan diadopsi. Mengalirlah sejumlah ide misalnya ide wawancara ala standup comedy yang dipandu Raditya Dika; presentasi grafis statistik yang dinamai Angka Bicara dan konsep Catatan Najwa. Dari awal, pandangan saya dan Nana klop secara ide sekalipun saya masih bekerja untuk Trans7 waktu itu.

DSC_4901i.jpg

Akhirnya saya pun berjodoh dengan Metro TV. Usai tugas sebagai field producer tugas mudik di bulan Agustus 2009, saya diminta menandatangani kontrak yang disepakati. Maka pada bulan berikutnya mulailah pekerjaan besar membangun fondasi Mata Najwa dari nol. Bulan-bulan awal itu kami sibuk membuat set panggung, printilan grafis, mengedit paket video dan lainnya. Ketemu banyak orang untuk cari masukan. Kami pun sempat datang pagi pulang tengah malam di pekan-pekan awal.

~++~

Sepanjang September 2009 itu tim awal Mata Najwa kejar setoran tiga episode sekaligus supaya bisa tayang perdana di sekitar hari ulang tahun Metro TV. Untuk HUT Metro, kami menyiapkan episode “Dunia dalam Kotak Ajaib” yang membahas fenomena-fenomena dalam industri televisi di tanah air. Salah satunya adalah fenomena reality show Take Him Out di Indosiar yang saat itu ramai ditonton masyarakat.

Najwa pun harus turun langsung menginterview para peserta dan host reality show Take Him Out di studio Indosiar. Reality show ini kami bedah karena ada sisi menarik ketika perjodohan tidak melulu terjadi secara konvensional tapi justru berlangsung di televisi. Menarik melihat Najwa keluar dari snakepitnya: meja kaku ala Todays Dialogue selama ini.

~++~

Setelah sebulan produksi episode-episode perdana, kami merasa tim produksi perlu ditambah mengingat riset maupun teknis produksi harus ditangani serius. Mulailah fase kedua setup tim Mata Najwa. Hal ini ditandai dengan masuknya produser baru Jati Savitri yang merupakan rekan lama saya di Trans TV. Kami juga mulai menambah anak magang yang kami rekrut layaknya karyawan Metro TV sendiri. Kami seleksi dan wawancara sendiri dengan harapan sesuai kriteria dan kualifikasi program yang sangat based on research ini.

Namun ada pengalaman lucu juga terkait anak magang. Selain riset dan magang sebagai calon reporter, anak magang juga diberi tugas untuk membantu produksi. Kadang remeh temeh memang misalnya urus baju, buku atau makan narasumber di sela-sela jadwal syuting. Nah, salah satu anak magang dari sebuah PTN terkenal di Jakarta sempat diminta untuk menemani kru vendor furniture di daerah Fatmawati yang akan dipakai oleh Mata Najwa pada pekan depannya. Setelah tugas yang sepertinya sepele itu, kemudian ternyata anak tersebut tak pernah lagi masuk kantor sebagai pemagang. Bisa jadi dia ngambek, “Saya magang kok disuruh ngurusi furniture”. Mungkin begitu kira-kira…

~++~

Soal anak magang di Mata Najwa juga ada kisah lain. Tersebutlah Ryan si Alay, yang di kemudian waktu sempat menjadi karyawan kontrak di Metro TV. Ryan ini unik karena sebelum magang di Mata Najwa, ia pernah magang di program talkshow pagi yang saya ampu di Trans7. Suatu kali setelah saya resign dari Trans7, dia menghubungi saya karena tertarik ingin magang di Metro TV. Setelah lolos kualifikasi dan saya rekomendasi karena yang bersangkutan memang punya track bagus jadi anak magang, jadilah ia magang di Mata Najwa. Sampai-sampai ada gurauan di antara kami, “Jangan-jangan kalau Julius resign dari Metro TV, nanti Ryan juga akan magang lagi di tempat yang baru….ha ha ha…”.

~++~

Di Mata Najwa saya membiasakan tim untuk bekerja based on research. Istilah saya ini adalah staged talkshow, yakni talkshow yang tak boleh hanya bersifat permukaan isinya. Sebaliknya, talkshow harus mengedepankan kedalaman (indepth), storytelling yang kuat (saya sering mengistilahkan sebagai mendongengi) dan unsur show. Dengan begitu, keunggulan komparatif maupun mutlak dari seorang Najwa Shihab bisa tertata dalam plot dan narasi yang apik.

Basis riset penting untuk mengatasi diferensiasi program talkshow yang mulai pelik di Metro TV. Banyak kami saksikan program talkshow saling beririsan dan saling makan topic maupun narasumbernya akibat batasan konsep yang tipis satu sama lain. Saya ingin Mata Najwa waktu itu keluar dari zona abu-abu dan menentukan konsepnya sendiri. Apalagi Nana saat itu seringkali juga berada dalam bayang-bayang hardtalk Today’s Dialogue yang lebih dulu ia gawangi. Setengah bercanda saya pernah berujar, “Kalau elu pakai gaya Todays Dialogue mending elu ke Todays aja. Mata Najwa ya Mata Najwa”. He he he…saya berkeyakinan konsep tetaplah penting. Makin khas makin nikmat ditonton. Batasan tentang derajad kedalaman, storytelling dan cerita ketokohan yang dikemas dalam obrolan one on one mulai membentuk Mata Najwa.

DSC_1286i.jpg

Kesamaan minat pada sejarah antara saya dan Nana mengarahkan Mata Najwa pada konsep flashback ke sejarah untuk membahas peristiwa kekinian. Misalnya, saat Presiden SBY curhat gajinya tidak pernah naik, Mata Najwa mengangkatnya sambil menceritakan kembali slip gaji presiden dan wapres di masa kemerdekaan. Formulasi kembali ke sejarah ini sempat mengantarkan Mata Najwa menembus target rating/share selama belasan episode secara berurutan.

Salah satu branding yang paling mengena dari Mata Najwa adalah predikatnya sebagai talkshow inspiratif. Sepanjang dua tahun awal produksi, Mata Najwa banyak mengangkat episode semacam “Sang Negarawan” yang ternyata menjadi kerinduan publik di tengah morat-maritnya politik negeri ini. Alhasil di masa tugas saya, cerita seputar kehidupan Haji Agus Salim dan Hatta misalnya, mengantarkan Mata Najwa menerima anugerah Talkshow Inspiratif dari Dompet Dhuafa Award. Belakangan saya sadar predikat inspiratif inilah yang memperkuat branding Mata Najwa. Belum lagi Word of Mouth Majalah Swa yang beberapa kali dimenangi Mata Najwa.

~++~

Ada juga episode-episode tertentu yang justru berfungsi melebihi Word of Mouth-nya Majalah Swa. Salah satunya episode “Mafia Angka”.

Suatu waktu saya meriset dan menemukan calon narasumber yang sangat menarik untuk diangkat. Awalnya Nana menolak dan memilih topic lain tapi saya kemudian berhasil meyakinkannya untuk mengangkat topic ini. Jadilah saya menghubungi Wa Ode Nurhayati, anggota DPR dari Fraksi Amanat Nasional, yang berani buka-bukaan dan menuduh ada pimpinan yang terlibat mafia anggaran di DPR. Alhasil, tak lama usai tayangan, muncullah di sejumlah situs online bahwa Ketua DPR saat itu (Marzuki Alie) akan melakukan somasi atas pernyataan Wa Ode di Program Mata Najwa. Karena pemberitaan yang kemudian menjadi bola salju itu, nama Mata Najwa making dikenal luas.

Lain waktu, kami mengangkat tentang hakim-hakim yang dikenal memiliki reputasi lurus saat masih bertugas. Di antaranya Asep Iwan Iriawan yang dikenal tegas menjatuhkan hukuman mati bagi pengedar narkoba. Mantan hakim yang lain, Sahlan Said dari Yogya, bahkan berani buka-bukaan mengenai permainan kotor di siding yang pernah ia alami. Di Mata Najwa, Sahlan berani terang-terangan menelanjangi oknum-oknum aparat penegak hukum yang korup. Sekalipun tak menyebut nama, namun pernyataan Sahlan sangat pedas dan tajam.

Tak berapa lama usai penayangan, muncul di media online berita bahwa Mata Najwa akan disomasi oleh Mahkamah Agung RI tanpa alasan jelas ada keberatan di bagian mana. Kami diminta bertemu namun ternyata kemudian rencana somasi itu tak jadi berlanjut. Jadilah pemberitaan mengenai rencana MA melakukan somasi itu tak berlanjut namun sudah keburu jadi promo gratis untuk Mata Najwa.

~++~

Salah satu yang khas dari Mata Najwa dan hadir dari awal hingga hari ini adalah bagian yang kami namakan Catatan Najwa. Kalau tak salah ini ide Nana sendiri. Idenya membuat catatan penegasan, semacam Catatan Pinggirnya Gunawan Muhammad di Majalah Tempo, dengan tambahan penekanan editorial, penekanan pada rima dan kosa kata yang kuat.

DSC_7086.JPG

Awalnya Catatan Najwa dibuat oleh Budhiarto Zambashy. Lama-kelamaan saya edit sendiri agar tak kepanjangan. Makin lama lagi kami edit tak cuma 20%, 30%, 40% , 60% sampai-sampai 80%. Beberapa kali akhirnya juga dibuat sendiri 100% karena yang dioutsourcekan berhalangan. Sama pedasnya, sama inspiratifnya dan sama menggugahnya.

Tak cuma bagian closing, gaya rima dan penekanan editorial juga ke opening. Kalau sudah demikian, bisa-bisa butuh waktu berjam-jam untuk sekedar membuat opening dan Catatan Najwa. Tapi kami suka. Butuh pengetahuan maha luas, referensi kemana-mana untuk sekedar sejumput paragraph itu.

Begitu pula dengan judul-judul episodic Mata Najwa yang selalu seksi dan enak didengar semacam Pidana Pura-Pura, Orkestra Politika, Hukuman Tak Bertuan, Mozaik Proklamasi dan sebagainya. Sering kali dapat ide judul setelah berpikir seharian atau justru dapat inspirasinya dari hal yang tak terduga seperti saat berada di toilet ha ha ha.

Tempo hari di blog wordpress milik pribadi, saya rajin mengunggah baik synopsis, foto taping maupun Catatan Najwa setiap episode Mata Najwa.

~++~

Ada sedikit judul episode yang sudah direkam (taping) ternyata tidak tayang di layar televise. Salah satunya wawancara dengan Ki Joko Bodo di rumahnya di Pondok Gede Jakarta Timur. Awalnya ini bagian dari episode “Kiamat 2012” yang membahas kiamat dari kajian astrologi, kiamat politik dan kiamat perdukunan. Lama dipendam episode ini jadi kehilangan newsy-nya.

Yang lucu terjadi selama pengambilan gambar di rumah Ki Joko Bodo. Nana mewawancarai Ki Joko Bodo di goa bawah tanahnya yang konon dihuni banyak makhlus. Di sela-sela tanya jawab, Nana bertanya apa isi dari kendi air yang dipegang Ki Joko Bodo. Di luar scenario, Ki Joko Bodo menjawab pertanyaan itu dengan cara yang tak terduga. Yakni membanting kendi tanah liat itu ke tanah, persis di depan Nana yang tengah duduk di lantai. Kru yang lain juga sama sekali tak tahu spontanitas itu. Akibatnya, Nana dan salah satu juru kamera yang merekam perbincangan itu kaget bukan kepalang.

~++~

Suatu ketika di tahun 2011 Nana yang kandungan anak keduanya bermasalah harus bolak-balik ke rumah sakit dan akhirnya diminta bedrest untuk sementara waktu. Tabungan taping kami lama-lama habis juga. Mulai saat itu sekali dua kali Mata Najwa mulai digawangi presenter pengganti Nana. Mereka antara lain Kania Sutisnawinata dan Zelda Savitri.

Inilah repotnya program mengacu pada nama orang. Tak tergantikan. Kalaupun tergantikan, hasilnya rada aneh. Yang saya ingat benar dari Kania adalah aksenya jadi terdengar aneh saat membacakan Catatan Najwa yang mirip puisi lengkap dengan rimanya. Toh di episode yang dibawakan Kania, rating ternyata tak mengecewakan.

Sekali dua kali Mata Najwa digantikan oleh Kania dan Zelda, orang mulai banyak menanyai saya. Umumnya mereka bilang begini, “Mata Najwa kok jadinya Mata Kania dan Mata Zelda?”. “Kok aneh sih Jul, Najwa kemana?”, kata mereka.

Lain waktu kami yang memproduksi Mata Najwa makin pusing saat Najwa tengah menghadapi janinnya yang bermasalah tadi. Bukan Nana yang bikin pusing tapi adanya dua perintah dari atas yang saling bertolak belakang dan sangat mungkin berujung konflik.

Boss yang satu ingin Mata Najwa stop tayang dulu sembari menunggu Nana kembali. Boss yang satu lagi ingin Mata Najwa tetap tayang dengan host pengganti seperti Kania atau Zelda. Saya geli mengingat kejadian yang membingungkan ini. Untunglah tak lama berselang, Nana kembali berkantor dan bisa meneruskan siaran Mata Najwa.

~+++~

Selama banyak kenangan bersama Mata Najwa. Dari awal menggodognya bersama Nana dan tim awal hingga dua tahun kemudian tentu bukan waktu yang sebentar.

Selama itu kami taping di dalam studio maupun di luar studio dengan ratusan narasumber yang macam-macam sepak terjangnya. Suatu kali kami ke LP Cipinang. Anggodo Wijoyo yang terkenal saat itu ditahan di ruang sementara bangsal rumah sakit karena penjara koruptor belum selesai dibangun.

Nana, saya dan kru teknis yang jumlahnya sekitar delapan orang masuk ke dalam bangsal di mana tempat tidur Anggodo terletak. Nana mewawancarainya di situ sambil duduk. Kami bisa mewawancara Anggodo di penjara berkat izin dari Menteri Hukum dan HAM waktu itu, Patrialis Akbar.

Wawancara di lokasi berlangsung lancar dan kamipun satu per satu bubar keluar ruangan dengan kru teknik berjalan lebih dulu. Tak dinyana dan kami baru sadar belakangan, ternyata Anggodo juga mengikuti langkah kami yang hendak keluar ruangan. Salah seorang dari kami, kalau tidak salah Nana, kemudian bereaksi.

“Pak Anggodo mau kemana? Wawancaranya sudah selesai dan kami mau pergi, kok Bapak ikuti kami?”.

Anggodo yang ditanya hanya mengeles tak jelas begitu. “A…u…a…u saya pikir…. “

Pecahlah tawa di antara rombongan kami. “Bisa berabe nih kalau Anggodo kabur bersama rombongan Metro TV ha ha ha”

Saya bertugas mulai dari awal Mata Najwa hingga dua tahun kemudian. Setelah itu saya pribadi meminta pada atasan untuk dipindahkan ke program lain dengan alasan tour of duty baru. Rasanya belum komplit seandainya di tv berita tidak merasakan riuh rendahnya ruang control room mengawaki Metro Hari Ini. Itulah sedikit cerita yang bisa saya tulis bersama Mata Najwa.

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page