Sejarah Lahirnya Mataram II
Terkait ontran-ontran di Kraton Kesultanan Yogyakarta ada klausul Sabda Raja soal perubahan perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Penahan dan Ki Ageng Giring. Apa kaitannya dengan naiknya GKR Pembayun sebagai putri mahkota yang disiapkan HB X namun ditentang adik-adiknya?
Apa Hubungan Ki Ageng Pamenahan dan Ki Ageng Giring?
Selasa, 5 Mei 2015 08:02
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Terkait adanya Sabdaraja yang belum lama ini dikeluarkan oleh Sultan HB X, nama pendiri kerajaan Mataram Islam yang menjadi cikal bakal Kasultanan Yogyakarta, yakni Ki Ageng Pamenahan dan Ki Ageng Giring sering disebut.
Ki Ageng Pamenahan adalah pendiri desa Mataram pada tahun 1556 yang kemudian berkembang menjadi Kasultanan Mataram Islam di bawah kepemimpinan putranya yang bernama Sutawijaya yang bergelar Penembahan Senapati.
Tetapi sebelum berdirinya desa Mataram dan kemudian berkembang menjadi Kasultanan Mataram, terdapat kisah menarik tentang hubungannya Ki Ageng Pamanahan dengan Ki Ageng Giring yang pada akhirnya melahirkan Kasultanan Mataram.
Ki Ageng Pamenahan dan Ki Ageng Giring adalah sama-sama murid dari Sunan Kalijaga. Ki Ageng Pamanahan adalah cucu dari Ki Ageng Sela (guru spiritual Sultan Adiwijaya pendiri Kasultanan Pajang), dari anaknya yang bernama Ki Ageng Henis.
Saat itu Ki Ageng Pamenahan mendapatkan hadiah berupa Alas Mentaok dari Hadiwijaya karena anaknya (Sutawijaya) berhasil membunuh Arya Penangsang yang sebelumnya melakukan pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, penguasa terakhir Kerajaan Demak pada tahun 1549.
Sebelum secara resmi mendapatkan Alas Mentaok, Ki Ageng Pamanahan mengunjungi teman seperguruannya, Ki Ageng Giring III yang menetap di sebuah daerah yang saat ini masuk dalam wilayah administrasi Desa Sodo Giring, Kecamatan Paliyan.
Di dekat sebuah mata air ia mendirikan gubug peristirahatannya.
Ki Ageng Giring juga mengajarkan untuk menanam banyak pohon kelapa yang sangat besar manfaatnya untuk kehidupan penduduk waktu itu.
Kehidupan berlangsung hingga Ki Ageng Giring I wafat dan digantikan kedudukannya oleh putranya, Ki Ageng Giring II dan Ki Ageng Giring II pun wafat digantikan oleh putranya yakni Ki Ageng Giring III.
Pada masa Ki Ageng Giring III inilah terdapat kisah ‘wahyu gagak emprit’.
Ki Ageng Giring III yang tinggal di daerah Paliyan Gunungkidul disuruh menanam sepet atau sabut kelapa kering oleh Sunan Kalijaga yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa yang menghasilkan degan atau buah kelapa muda.
Menurut mimpi, Ki Ageng Giring harus segera memetik satu-satunya buah kelapa yang masih muda itu dan meminum airnya agar kelak dapat menurunkan raja dengan kepribadian yang utuh, yang kemudian dikenal dengan Wahyu Gagak Emprit.
Tetapi saat ditinggal di ladang, datanglah Ki Ageng Pamanahan. Karena datang dari jauh dan dalam kondisi haus, Ki Ageng Pamanahan meminum air kelapa yang ada di dalam mimpi Ki Ageng Giring yang telah dipetik.
Karena Ki Ageng Pamanahan adalah yang berhasil meminum air degan tersebut, hingga dia dan keturunannya yang berhak menjadi raja di tanah Jawa.
Meski demikian Ki Ageng Giring menyampaikan keinginan kepada Ki Ageng Pemanahan agar salah seorang anak turunnya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram.
Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan yang ketujuh. (tribunjogja.com)
Sumber: http://jogja.tribunnews.com/2015/05/05/apa-hubungan-ki-ageng-pamenahan-dan-ki-ageng-giring?page=4