top of page

Jual Beli Ijazah Palsu vs Mencerdaskan Bangsa

Rabu, 20/05/2015 07:29 WIB (Detik.com)

Praktik Jual Beli Ijazah di 18 Kampus, Tak Malu Bergelar Abal-abal?

Rachmadin Ismail - detikNewsJakarta - 18 Kampus di Jabodetabek dan Kupang, NTT, dilaporkan ke Kemenristek Dikti dengan dugaan jual beli ijazah palsu. Praktik ini sudah berlangsung selama lima tahun terakhir. Sebuah kegiatan yang dapat merusak kehidupan bangsa. Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi M Nasir mengatakan, laporan itu dia terima beberapa pekan lalu. Pihaknya sedang membentuk tim investigasi untuk menelusuri kasus tersebut. "Jika ada perguruan tinggi yang terbukti melakukan itu, saya tidak segan-segan untuk mempidanakan pelakunya dan menutup kampusnya," kata Nasir kepada detikcom, Senin (18/5/2015).

51ijasah-palsu.jpg

Kutipan berita di detik.com itu memprihatinkan. Praktek jual beli ijazah masih barang langka sampai awal tahun 2000. Kini makin sering lagi berita itu kita dengar. Dulu lulusan SMA berkompetisi dengan lebih baik lewat UMPTN. Yang berprestasi biasanya linear bisa duduk di bangku perguruan tinggi yang mumpuni. Yang kurang beruntung, kemudian kuliah di swasta. Biasanya mereka ini juga memilih perguruan tinggi dengan selektif. Orang tua para lulusan SMA ini juga punya visi tentang di mana dan lingkungan macam apa yang baik untuk anaknya.

Maka saya tak heran di pertengahan 1990an, orang tua kawan-kawan saya yang umumnya berasal dari luar Jawa rela bersusah payah menyekolahkan anak mereka ke Jogja. Bahkan, visi mereka lebih jauh lagi: mereka sudah mengirim anaknya sekolah lebih dulu untuk level pendidikan menengahnya. Berikutnya, mereka kirim kembali adik-adiknya untuk dititipkan bersama sang kakak yang lebih dulu merantau kuliah di Jogja.

Semua demi mengejar kualitas pendidikan yang jaman itu bisa jadi masih jauh lebih maju sarana dan lingkungan pendidikan di Jogja ketimbang di kampung asal mereka. (Bisa jadi sekarang sudah berubah lho ya, bisa jadi sudah banyak sekolah bagus di luar Jawa). Dengan kata lain, mereka ini orang tua yang sadar betul mendidik bukan sebuah jalan pintas. Itu adalah proses. Tak mungkin terbeli oleh ijazah yang palsu.

Dalam ukuran linimasa, jeda 10-15 tahun itu ada kemunduran mind set dari mereka yang terlibat dalam jual beli ijazah palsu. Lebih jauh, ada kemunduran dari sistem pendidikan kita, selain kemajuan di lini pendidikan yang lain tentunya. Tentu, bisnis ilegal ini muncul karena ada hukum permintaan dan penawaran. Ada yang tak lulus, maka memunculkan peluang penawaran ijazah palsu lewat apa yang biasa kita sebut oknum.

Mindset mundur sebab tadinya tiap anak, tiap orang tua maupun tiap pendidiknya yang tadinya berusaha semaksimal mungkin memberikan pendidikan atau persekolahan yang terbaik kini beberapa di antaranya menyerah dan mengambil jalan pintas membeli ijazah palsu. Mungkin juga bukan salah pembelinya semata. Kompetisi yang demikian pesat dan sengit bisa jadi telah menyisihkan mereka yang tersingkir dan memilih membeli ijazah palsu sebagai syarat memasuki dunia kerja.

Kalau memang ada perguruan tinggi yang melakukan praktek jual beli ijazah, Kementerian Pendidikan bisa menggunakan otoritasnya untuk memberi sanksi maupun menertibkannya. Tapi di sisi lain, Kementerian Pendidikan juga wajib "mencerdaskan kehidupan bangsa" tanpa pandang bulu, termasuk anak didik yang gagal mencapai standar kelulusan supaya tak lantas ambil jalan pintas membeli ijazah palsu. Pendidikan harus membanggakan, bukan yang malah mendiskualifikasi orang sehingga ia menjadi pinggiran atau sampah.

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page