Beras Sintetik Hoax?
Di tengah berita horor bahwa beredar beras sintetis di Bekasi, muncul kesimpangsiuran informasi.
Sejumlah media memberitakan bahwa hasil uji laboratorium dari PT Sucofindo, Cibitung, Kabupaten Bekasi menyimpulkan bahwa beras yang diuji mengandung unsur plastik. Uji materi sampel beras yang diambil dari sebuah toko beras di Bekasi itu dilakukan atas permintaan Walikota Bekasi Rahmat Effendi.
Beras yang disebut-sebut mengandung plastik di Bekasi
Walikota Bekasi Rahmat Effendi memegang contoh beras plastik oplosan dalam jumpa pers terkait temuan beras plastik di Kantor Walikota Bekasi, Jawa Barat, 21 Mei 2015. Ada tiga unsur plasticizer plastik antara lain BBP (benzyl butyl phthalate), DEHP (bis (2-ethylexyl phatalate)), dan DINP (diisononyl phthalate). TEMPO/Dhemas Reviyanto
Menurut Kepala Bagian Pengujian Laboratorium PT Sucofindo, Adisam ZN, beras tersebut terbukti mengandung senyawa plasticer, yakni antara lain senyawa BBP (Benzyil butyl phtalate), DEHP (bis (2-ethylexyl phatalate)), DINP (Diisionyl Phatalate), yang biasa dipakai untuk pembuatan pipa dan kabel atau plastik industri. Jika beras sintetis tersebut dikonsumsi akan menimbulkan danpak buruk bagi kesehatan seperti kanker.
Namun, dalam penyataannya Kamis lalu (21/5/2015), Kepala Kepolisian Resor Bekasi Komisaris Besar Rudi Setiawan tampak masih berhati-hati mengambil kesimpulan. Pendeknya, polisi masih melakukan penyelidikan dan belum memastikan kebenaran beras sintetis itu. Polisi masih menunggu hasil pemeriksaan BPOM atas beras yang disita dari pelapor tersebut.
Publik masih belum memiliki gambaran utuh mengenai kebenaran beras sintetis ini. Ada penilaian kejadian (kalau memang benar ada) beras sintetis beredar di tengah masyarakat dapat dicegah sejak dini dan tak perlu samapai kecolongan jika pemerintah rutin menggelar pemeriksaaan terhadap produk beras yang beredar. Masih tanda tanya. Sebelum kasus beras sintetis saja, beras nasional sudah dirundung banyak masalah mulai dari beras impor, nasib petani, pupuk hingga swasembada yang sepertinya setiap pemerintahan ingin menggolkannya. Presiden Jokowi lewat Kementerian Pertanian memang ingin Indonesia segera swasembada beras pada 2016.
Nah, tiba-tiba teror beras sintetik ini muncul. Entah ada kaitan politis atau tidak, saya tidak tahu. Tapi mengapa laporan beras sintetik baru muncul dari Bekasi? Itu beras impor atau lokal? Masuk akal tidak mengoplos plastik dengan beras?
Saya penasaran sampai seorang teman mengirimkan artikel dari kaskus yang penjelasannya lebih masuk akal. Si pembuat artikel bernama akun "xonet" meragukan adanya beras sintetik itu, ada tendensi hoax. Ia mengecek video youtube ‘pembuatan beras plastik’ yang diberitakan sebagai pembuatan beras plastik asal Cina. Ia membantah. Itu bukan sedang membuat beras plastik tapi memang membuat biji plastik lewat sebuah proses yang ia sebut sebagai extrusion.
Ini video di youtube yang ia sebut bukan pembuatan beras plastik.
Xonet memberi pesan agar wartawan dan pihak-pihak yang terkait agar lebih kritis dan menyelidiki lebih dalam kebenaran beras plastik itu. Berikut paparan Xonet tentang 5 FAKTA ILMIAH mengenai beras plastik, yang ia sebut sebagai HOAX: 1. Video ‘pembuatan beras plastik asal China’ ini tidak memiliki informasi bahwa yang diproduksi adalah beras. Video ini menunjukkan proses membuatan biji plastik yang disebut extrusion, mesinnya namanya extruder. Plastik dicairkan, lalu masuk ke semacam pipa yang dipanaskan dan memiliki pengaduk ulir seperti mata bor. Dari situ, plastik akan keluar seperti odol dan masuk ke saringan seperti membuat cendol, yang membentuk panjang seperti mie. Lalu dicelupkan ke air, karena ‘benang plastik’ (saya mau nyebut ‘mie plastik’ nanti heboh lagi!!) ini masih panas dan lembek. Sesudah mengeras, ‘benang plastik’ ini dipotong kecil2 di chopper membentuk pelet atau biji supaya bisa dimasukkan ke karung dan bisa dikirim dengan mudah. Tidak ada yang menunjukkan orang ini sedang bikin ‘beras plastik’! Embel2 ‘asal China’ juga ngasal. Orangnya ngomong Mandarin, tapi bisa saja ini di Taiwan, Canada, atau Tangerang! 2. Sifat utama plastik turunan hidrokarbon – keluarga keresek – adalah hidrofobik atau tidak suka air, karena bahan dasarnya adalah minyak bumi dan struktur kimianya nonpolar. Akibatnya, mau direbus sampai Indonesia menang piala dunia sepak bola sekalipun, TIDAK AKAN MENJADI LEMBEK. Beras bisa lembek menjadi bubur karena menyerap air. Kalau plastik direbus kelamaan paling-paling basah atau berwarna kecoklatan. Tapi tidak bisa menjadi bubur! 3. Jika memang benar ada ‘beras dari plastik’, maka membedakannya gampang saja: plastik TIDAK AKAN TENGGELAM DI AIR karena berat jenisnya lebih rendah dari air. Jadi ketika kita merendam beras dalam air sebelum memasak, ‘beras plastik’ ini akan tetap mengambang meskipun kita tekan kebawah. 4. Ada lagi teori bahwa ‘beras plastik’ dibuat dari kentang atau umbi yang dilapisi plastik. Maaf, saya nggak percaya sampai saya bisa meneliti sampelnya. Pertama, kentang lebih mahal dari beras – masak ngoplos pake bahan yang lebih mahal? Kedua, bagaimana cara motongin kentang jadi biji kecil-kecil. Ketiga – yang paling logis – titik leleh plastik yang paling umum: PE (polietilen) adalah 115 oC, PP (polipropilen) adalah 130 oC, dan PET (polietilen tereftalat) adalah 260 oC (atau sekitar 100 oC untuk PET yang digunakan untuk botol plastik). Sementara untuk melakukan pelapisan (coating), plastiknya harus dicairkan dulu baru bisa melapisi umbi atau kentang. Semua titik leleh plastik diatas 100 oC, berarti umbi atau kentangnya akan keburu gosong sebelum bisa dilapisi plastik! Jadi, sebagai engineer saya nggak kebayang gimana caranya melapisi umbi dengan plastik. Dan, kalau bisa harusnya mahal prosesnya – tidak bisa dipakai ngoplos! 5. Bagaimana cara menguji ‘beras plastik’ dan ‘beras asli’? Saya menghimbau kalau ada yang punya sampel ‘beras plastik’ silakan hubungi saya. Rekan Kimiasutra saya Irvan Kartawiriya bisa mengujinya di Laboratorium Food Technology di Swiss German University. Caranya mudah, dengan dua cara: pertama memotong beras dan melihat penampangnya di bawah mikroskop, untuk melihat apakah ada terlihat ‘umbi dan kulit plastiknya’. Kedua, mengujian amilum dengan Yodium. Amilum adalah jenis kanji yang terdapat pada beras asli, yang jika ditetesi Yodium akan memberi warna ungu. Kalau ditetesi tidak ungu, berarti bukan beras asli! Terakhir, jika memang ada orang diluar sana yang berhasil membuat ‘beras tiruan’, Anda harus siap2 jadi konglomerat. Di tahun 2010, seniman kontemporer China, Ai Weiwei, menggemparkan dunia dengan memamerkan karya terbarunya berjudul ‘Sunflower seeds’ di Tate’s Modern Turbine Hall, London. Karya ini berupa 100.000.000 butir ‘kuaci palsu’ dari keramik yang dibuat dengan mengerahkan 1600 seniman dari Jingdezhen, China, untuk membuat, memanggang, dan melukis kuaci ini satu persatu. Di lelang Sotheby tahun 2009, ‘kuaci palsu’ ini terjual 3.50 GBP per biji, atau Rp 71.610,- sesuai kurs Google hari ini. Bayangkan, 100 juta biji berarti bernilai Rp 7 trilyun rupiah! Kalau Anda menjual ‘beras plastik’ ini ke Tate Modern Museum di London, siapa tau bisa laku segitu!
Nah, penjelasan Xonet di atas cukup masuk akal. Bagaimana mungkin masak biji plastik pakai air bisa lumer? Bagaimana mengoplos beras dengan plastik? Saya curiga ini sekedar isu yang digelindingkan untuk tujuan tertentu.