Mac Arthur & Kronik PD II
Mei adalah bulannya VE-Day, atau hari kemenangan Sekutu atas Blok Axis selama Perang Dunia II. Nah, tanpa sadar dan biasanya kalau beli buku, ya beli aja, pas benar peg-nya.
Beberapa pekan lalu saya browsing buku bekas yang dijual secara online. Salah satu buku yang saya beli berjudul Mac Arthur Sang Penakhluk terbitan Sinar Harapan tahun 1993. Jadul banget....he he he...Buku bekas paling mahal 'cuma' 50-60 ribu dan jelas sudah tidak ada cetak ulangnya. Buku terjemahan karya William Manchester ini mengulik kebesaran nama Mac Arthur terutama di medan Asia Pasifik selama PD II. Lewat pendekatan yang seringkali psikoanalisa dan penuh tegangan kepribadian dalam penulisannya, buku ini menampilkan sosok sang Jenderal yang tak begitu disukai oleh publik AS sendiri tapi begitu dicintai di Asia, terutama Filipina, Australia dan Jepang, tanah yang dikalahkannya tapi juga dibesarkan dengan kehormatan seorang Mac Arthur. Diceritakan dua jenderal Jepang yang pernah mengalahkan Mac Arthur dieksekusi setelah perang usai tapi Mac Arthur sendiri melindungi Kaisar Hirohito dari tuduhan penjahat perang dan sanksi hukuman mati. Bagi yang 'history freak', buku ini serasa wajib untuk dibaca sebagai referensi membaca salah satu ikon besar PD II ini.
Buku yang kedua tidak baru dalam hak konten tapi baru dalam penyusunan, baru cetak: Kronik Perang Dunia II 1939-1945 karya Ari Subiakto. Tak ada yang baru sebenarnya, tapi lumayan mengasyikkan karena kita bisa mengikuti garis besar sebuah lini masa tentang awal dan akhir perang terbesar dalam sejarah manusia. Tak seperti buku sejarah pada umumnya yang harus menunjukkan konteks peristiwa, detail dan analisa keadaan, kronik meng-hilight hari demi hari dari Blietzkrieg tentara Jerman ke Polandia 1 September 1939 hingga akhir Agustus 1945 di mana jenderal Jepang terakhir keluar dari persembunyiannya.
Cerita menarik mengenai kerjasama semu Hitler dan Stalin hingga saling serang keduanya tergambar jelas dalam linimasa. Juga bagaimana Jerman mulai mengalami kemunduran: dari inisiatif ofensif berubah menjadi defensif, dan tentu saja sejumlah blunder di Dunkirk dan Stalingrad.