top of page

Ekstase bernama Akik


Sigori-Lafau-Batu-Akik-Fenomenal.jpg

Muhammad Jubir yang biasa dipanggil Rustam (42), warga Dusun Cot Sala, Desa Kulam Jereneh, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya, tewas tertimpa batu alam sebesar 2 ton saat mencari batu giok di kawasan Hutan Alue Teungku. “Korban langsung meninggal di tempat karena kepalanya tertimpa batu,” kata Ipda Banta Amat, Kapolsek Betong, saat dihubungi, Senin (Kompas.com, 25/5/2015).

Akik Naik Kelas

Gara-gara berburu batu, nyawa pun melayang. Bayangkan, tertimpa 2 ton batu alam. Ironis, maksudnya mencari rejeki batu, malah mati karena batu. Ibarat gold rush yang melanda negeri Barat pada abad ke-18, akik juga mengalami 'rush' di tambang lokal di Aceh hingga Papua. Beberapa waktu lalu, orang ramai-ramai menambang temuan batu giok seberat 20 ton dari sebuah hutan di Nagan Raya. Karena saking semrawutnya, pemerintah setempat merasa perlu mengamankan batu itu dari penjarahan.

batu-akik_20150204_065908.jpg

Demam batu akik datang tiba-tiba. Menurut cerita seorang teman, banyak pengusaha Cina mencari batu-batu Aceh yang dihargai jutaan hingga miliaran rupiah. Bersamaan dengan itu mulai bermunculan pusat-pusat kerajinan batu akik, yang selama ini lebih captive market-nya orang pinggiran atau orang yang kadar kesepuhannya mendekati kakek-kakek. Mulai marak pula majalah atau leaflet berisi kategori dan jenis batu akik dari banyak belahan dunia, review lengkap dengan taksiran harga dan bagaimana menandai tingkat kemahalannya.

Lalu, anak muda dan pria-pria paruh baya mulai keranjingan memakai cincin akik, ngrumpi akik, mendadak jadi pengamat akik di ruang tunggu dan penjual tiban yang mungkin saja bakal jadi musiman. Ada permintaan, berlanjut dengan penawaran. Dimulai kelas akik ratusan ribu, lama-lama akik berkocek jutaan rupiah juga laku. Lahir hobi baru, lahir kemudian gairah perakikan yang terus memuncak.

Revolusi Akik

Tentu saja dunia akik di jaman eksplorasi bebatuan di Mars, menjadi sebuah 'revolusi'. Secara ekonomi, revolusi akik menggerakkan roda ekonomi. Muncul banyak pengusaha akik tiban yang menjawab trend gaya yang tengah melanda. Secara sosial, akik naik kelas.

C360_2015-05-06-13-55-22-726.jpg

Akik juga menjungkirbalikkan tatanan sosial. Penikmat akik bukan lagi didominasi kaum uzur, sekarang ini banyak anak muda memakainya. Di bilangan Palmerah, malah ada perempuan yang terjun ke dalam bisnis ini. Akik melampaui kajian Nielsen: social economic status. Akik milik warga kelas kaki lima sampai mereka yang perlente. Dari yang pendapatannya 2-3 dollar per hari sampai yang gaji atau omzet usahanya ratusan atau miliaran rupiah.

Akik merevolusi penampilan. Akik yang tadinya inheren dengan orang tua, wong sepuh, kemudian seolah jadi sah melengkapi penampilan jari maupun leher mereka yang berdasi secara necis. Kelompok muda dan profesional tak risih lagi membincangkan soal perakikan di sela-sela aktivitas mereka di kantor. Mereka juga tak lagi tabu menyesuaikan sifat metropolis mereka selama ini untuk rajin pergi ke Rawabening atau tempat gosok akik di gang-gang atau jalanan sempit di akhir pekan.

Estetika akik tak berhenti pada batu akik itu sendiri, sebab pemakainya merasa tersugesti lebih percaya diri memakai akik yang kalau bisa harganya semahal mungkin. Di mata pemilik, akik mengangkat gengsi. Karena nilai keekonomian dan estetikanya, akik mampu mendongkrak kelas sosial sang pemilik sebagai warga masyarakat yang terhormat.

Ekstase Perakikan

Ekstase akan akik mengubah fungsi. Akik tak sekedar sebuah barang yang dijual dan dibeli. Karena gengsi sosialnya, akik mengalami komodifikasi nilai tukar dari nilai gunanya. Akik bertransformasi menuju medan perakikan, sebuah ekstase sosial yang menjanjikan sensasi: gairah tinggi akan maskulinitas dan hal yang material. Kmodifikasi melipatgandakan fungsi estetika dan keekonomian ke dalam sensasi. Hukum ekonomi berkali sensasi estetik akan berjumlah pada irasional yang kebablasan. Yang untung adalah pedagang akik, yang lain cuma bermimpi.

Seorang kawan bercerita ada temannya yang baru pulang dari Kalimantan, di sebuah daerah penghasil batu alam. Di jalan ia temukan batu alam yang kemudian ia dijual di Jakarta laku seharga Rp 600 ribu. Bayangkan, temuan batu di jalan saja, yang bisa jadi bukan batu apa-apa, dibeli orang semahal itu.

124843_pahatakikoke0.jpg

Warga mengambil batu di trotoar Jalan Mandala, Tomang, Jakarta Barat

Lain tempat kita mendengar di Tomang Jakarta Barat beberapa waktu lalu ada trotoar pejalan kaki yang digangsir ramai-ramai oleh warga karena menyimpan timbunan batu alam, entah dari mana asalnya. Orang sudah menanggalkan rasa malu dan ketertiban publik demi mendapatkan rejeki batu. Lebih parah lagi, cerita Butet Kertarajasa. Batu nisan makam sang ayah, Bagong Kusudiarjo, di Jogja dibobol maling karena mengandung batu alam yang potensial nilai keekonomiannya. Tiga hari kemudian, batu nisan sang ayah dikembalikan, karena si pencuri mengaku tak tenang telah mencuri milik orang yang sudah meninggal.

IMG_20150521_084556.jpg

Terobsesi akik melampaui kewajaran, juga menutupi akal sehat kita. Dengan dalih, memajukan produk akik daerah, pemerintah sebuah kabupaten di Jawa Tengah sampai mewajibkan PNSnya untuk memakai akik sebagai simbol kebanggaaan daerah. Apa korelasi kewajiban memakai akik dengan produktivitas PNS yang bersangkutan? Ada kecenderungan aksi seperti ini justru malah menutupi produktivitas industri akik sendiri atau sebatas pencitraan PNS yang bersangkutan.

Mengkoleksi akik pada dasarnya tak ada masalah. Namun, dalam beberapa kasus eksesnya sudah berlebihan. Petugas yang mustinya mengatur ketertiban di jalan raya, bukannya bekerja malah menggosok akik yang ia simpan di sakunya. Foto di samping ini contohnya.

Sisi irasionalitas akik pada dasarnya melebihi realitasnya. Perakikan yang dirayakan melebihi batas ekonomi sosialnya dan melampaui komodifikasi sensasi malah bisa menjanjikan realitas kosong bagi empunya. Hiperrealitas, sebab bisa jadi status sosial yang diharapkannya tak riil. Tanpa akik pun jangan-jangan mereka baik-baik saja. Itulah manusia akik. Saatnya kembali ke jaman batu.

Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page