top of page
Search

Duka Angeline, Duka Kami

  • JS
  • Jun 10, 2015
  • 2 min read

020403800_1433398404-Angeline.jpg

Angeline, bocah Bali itu, membuat saya ikut larut dalam duka. Saya seolah kembali ke masa lalu. Juli delapan tahun silam. Betapa tidak, Abel, kakak si Neva dan anak pertama saya, kalau masih hidup di dunia ini seumuran dengan Angeline. Abel meninggal dalam kandungan istri saat usia 6 bulan dengan sebab yang misterius.

Abel dilahirkan normal sekalipun sudah meninggal lebih dulu. Utuh seperti halnya bayi biasa yang sudah lahir. Saya yang waktu itu sedang di Jakarta pulang mendadak mendengar duka itu. Sama sedihnya, sama emosinya dengan 'inferno'-nya orang Amerika saat Pearl Harbor hancur diserang Jepang. Peristiwa kehilangan itu peristiwa paling emosional dalam keluarga saya. Saya maupun istri. Begitu pula kedua kakek dan neneknya karena Abel adalah cucu pertama mereka.

Mengikuti perkembangan berita kasus Angeline memaksa saya tertegun. Saya baca mengenai kepala sekolah SD tempat Angeline bersekolah yang ingin merawatnya karena terlihat tak terawat, kumal dan kurang perhatian. Tapi permintaan sang kepala sekolah ditolak oleh ibu angkat Angeline. Saya membayangkan jadi kepala sekolahnya, merasakan penyesalan bahwa ia kecolongan tak sampai menyelamatkan padahal ada kesempatan.

Saya juga merinding membaca kisah mistik guru-guru Angeline yang berdoa di depan rumah sebelum jenazah ditemukan. Salah seorang guru mendengar suara lirih, anak kecil, dari balik pohon yang memanggil-manggil mamanya. Mama kandung Angeline dulunya adalah pembantu di rumah ayah angkat Angeline. Saya percaya anak kecil yang meninggal mempunyai ikatan batin dengan keluarga dekatnya.

Saya jadi ingat cerita istri saat Neva ultah kelimanya. Salah seorang kolega istri mengatakan, Abel, kakak Neva, katanya hadir, ingin ikut lihat adiknya yang ultah. Antara percaya dan tidak percaya, Abel adalah anak saya yang pernah hadir dalam bentuk fisik sehari saja. Setelah meninggal dan lahir normal, saya cuma menimang Abel dalam hitungan jam, bukan hari. Saya yang menggendongnya ke dalam peristirahatan terakhirnya. Ah, sedih sekali. Saya percaya ikatan itu ada. Begitu pula Angeline.

Semalam saat berita update di tv, emosi itu datang lagi. Istri yang juga nonton, sempat berkomentar lirih. "Kok wajahnya mirip adik ya..." Ah, saya tak bisa melanjutkan perbincangan saking sedihnya.

Saya iri sekaligus miris. Saya dan istri kehilangan Abel namun pada saat yang sama, sering pula, saya melihat orang tua menelantarkan anaknya, membuang anaknya, bahkan membunuhnya atau membuatnya terbunuh. Kehilangan anak adalah pukulan terberat buat orang tua normal. Ada yang berjuang mati-matian menyelamatkan anak atau pengen punya anak, kalau perlu dengan biaya ratusan juta. Pada saat yang sama, ada orang tua yang menyia-nyiakan karunia dan titipan Tuhan itu. Semoga Angeline damai di surga. Amin

 
 
 
Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square

JULIUS SUMANT

Twitter & IG:

@juliussumant

​

  • LinkedIn Classic
  • Twitter App Icon
  • Google+ Social Icon
  • Facebook App Icon
  • b821d889-4d99-42dc-b711-0f93c63e192a.png
bottom of page